Senin, 18 April 2011

Players (.)


“Ayo kita bermain!”

Kita akan terus bermain sampai salah satu dari kita lelah.

Ini adalah tahun keduaku di universitas. Kehidupan kurasa begitu tenang, damai, dan terang. Ya, terang adalah istilah yang kupakai di mana aku merasa begitu senang hanya dengan menarik nafas saja. Mengisi paru- paruku penuh dengan udara. Lalu menghembuskannya kembali dengan puas. Entah dengan mahasiswa lain, namun hariku.. begitu kemilau. Oh ya, kemilau adalah sebutan yang kugunakan untuk menggambarkan langkah- langkahku yang bagai berada di atas riak air terpapar cahaya.

Tugas- tugasku selalu beres. Entah dengan mahasiswa lain, namun segala yang kuterima selalu berada dalam batas penanggulanganku. Intinya, sama sekali belum mengganggu ruang pribadi dalam kehidupanku. Waktu tersita? Tentu tidak. Kupikir mereka semua (tugas- tugas) masih tahu diri dan hanya memenuhi waktu mereka yang semestinya. Sama sekali tak mengganggu hidupku yang kemilau. Kemilau. Indah sekali.

Keluargaku adalah keluarga bahagia. Ayah dan ibu masih lengkap. Di antara mereka pun masih ada tali suami istri, baik secara hukum, maupun secara batin. Adikku anak yang baik. Ia penurut dan jauh dari istilah malas belajar. Benar- benar anak yang manis dan ramah. Ia pandai bergaul, lebih daripada aku. Namun seiring pertumbuhan, ia menjadi anak yang lebih diam dariku saat berada di luar rumah. Kenapa ya? Mungkin ia hanya sekedar –pada akhirnya– menyadari apa itu masyarakat sebenarnya. Apa itu pergaulan sebenarnya.

Gadis- gadis begitu mengerikan. Makhluk bar- bar dengan energi berlebihan. Ewh.. just say no for them. Terlebih para pria. Mereka menjijikan. Sejenis makhluk hidup dengan otak kotor. Tak lain dan tak bukan sex yang melintasi kepala mereka bagai marquee dengan kecepatan tinggi yang bisa membuat mata sakit jika dilihat dengan seksama terus- menerus. Intinya, jangankan pilih- pilih teman, tak ada pilihan yang diberikan padaku sejak awal. Itulah manusia di mataku. Jika disuruh memilah yang baik dari yang buruk, tapi yang dihadapkan padamu buruk semua, apa yang akan kau perbuat? Yang kuperbuat? Diam di tempat. Seperti yang sekarang dan selalu kulakukan.

Keluargaku sempurna. Kampus tempatku kuliah juga sempurna. Lalu, apa yang kulakukan? Menuliskan semua itu di sini? Apa gunanya dan apa untungnya bagiku? Untungkah aku jika berhasil membuat kalian iri? Oh, tentu tidak. Apa peduliku dengan kalian? Wahai para pembacaku, yang jika bukan pemudi, maka pemudalah kalian?

Baik kuberitahu. Kalimat- kalimat di atas. Semuanya belum selesai. Masing- masing dari mereka memiliki bagian yang kuhilangkan. Bagian itu adalah:

…jika tanpa aku.

Ya, semuanya sempurna. Tapi jika tanpa aku.

Semuanya sempurna jika aku tak ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar